Jika kita melihat deretan nama The Founding Fathers Indonesia maka kita tentu tidak akan asing dan bahkan mungkin telah menghafalnya di luar kepala sejak kecil terutama ia, sang proklamator kemerdekaan, Ir.Soekarno. Ya, Ir. Soekarno merupakan orang nomor 1 dari deretan nama The Founding Fathers Indonesia yang telah membawa negara kita menghirup udara kebebasan dari penjajahan. Walau ternyata bahwa menurut Ahmad Mansyur Suryanegara, bahwa ulama dan santri ialah juga elemen terpenting pada kemerdekaan negara kita ini.
Sebuah hal yang membanggakan bahwa ternyata orang nomor 1 pada The Founding Fathers Indonesia merupakan alumnus kampus teknik, tepatnya dari Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan Teknik Sipil. Yang jauh lebih membuat bangga lagi ialah bahwa ia ternyata bukan hanya seorang engineer namun ia juga adalah seorang muslim, terlepas lagi bahwa bagaimana ketaatan ia akan sebagai seorang muslim. Maka jika di akumulasi ia adalah salah satu contoh sosok seorang Muslim Engineer yang sukses dalam melakukan kontribusi nyata bagi negeri tercinta ini. Dasar ilmu di kampus yang ia pelajari sungguh berbeda jauh dengan apa yang ia lakukan untuk negeri ini. Namun pada akhirnya sebuah ekspansi perjuangan demi kemerdekaan berhasil di lakukan dan masih kita rasakan hingga hari ini.
Hal di atas mungkin merupakan sebuah contoh menarik bagi kita para Aktivis Dakwah Kampus Teknik (ADKT) dalam melakukan kerja – kerja kita. Memang benar pendapat banyak orang bahwa mahasiswa Fakultas Teknik memiliki daya fikir yang kritis dan bahkan mungkin bisa mengalahkan daya fikir kritisnya mahasiswa FISIP. Mengapa demikian? Ini tidak terlepas dari ilmu yang di dapat pada bangku perkuliahan. Hampir di seluruh jurusan yang ada pada Fakultas Teknik baik di PTN atau PTS, kita akan menemukan bahwa ternyata berbagai mata kuliah yang di ajarkan menguras daya pikir mahasiswa karena selalu di hadapkan dengan contoh – contoh kasus dari ilmu yang di pelajari. Hal ini lah yang membuat pola fikir mahasiswa Fakultas Teknik terbangun kritis. Contoh di jurusan Teknik Informatika misalnya. “Bagaimana source code program JAVA untuk menghasilkan deretan angka Fibonacci (0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, dst)?” Lalu jika telah berhasil masalah di atas maka akan lagi di tambahkan soal yang lebih memeras otak, “Lalu tampilkan warning lewat OptionPane pada setiap index yang kelipatan 5!”. Sungguh terus di kejar dalam menuntut daya fikir yang dalam kan? Itu baru salah satu contoh pada salah satu jurusan yang ada pada Fakultas Teknik.
Hal tersebutlah yang akhirnya terbawa pada aktifitas kita sebagai seorang ADKT dalam keaktifan pada berbagai lembaga intra ataupun ekstra kampus. Tak jarang ADKT menjadi sosok inisiator bahkan menjadi sosok visioner pada setiap kesempatan ia berada pada sebuah lembaga kemahasiswaan.
Cerita dan contoh di atas bukan bertujuan untuk ashobiyah atau semacamnya. Namun cerita dan contoh di atas harus bisa merefleksikan diri kita sebagai seorang ADKT bahwa kita bisa melakukan banyak hal yang lebih dari biasa. Bahwa seorang ADKT ternyata memiliki sebuah kelebihan yang mungkin belum tentu di miliki oleh yang lain. Namun kembali pada pribadi kita, bisa atau tidak memanfaatkan kelebihan yang ada. Ini semua dalam rangka kita fastabiqul khoirot memberikan kontribusi yang terbaik untuk Agama dan Negeri ini. Ingalah bahwa tujuan membangun peradaban yang mulia tidak terlepas dari bagaimana keseriusan setiap sektor memberikan hasil terbaiknya.
Saatya kita untuk kembali menjaga konsistensi terbentuknya The Real Muslim Engineer pada kampus kita masing - masing. Sebagai sosok yang bisa berlari pada berbagai bidang yang ada dan fleksibel pada berbagai lingkungan. Dan tentunya, hasil The Real Muslim Engineer setiap kampus akan kita akumulasikan menjadi sebuah Generasi IPTEK Madani yang siap berkontribusi nyata pada berbagai bidang teknologi di Indonesia.
IZZAT BUCHARI
1 dari 1000 ADKT di INDONESIA